Si Virus, obat & Sistem Imun (1)

Tonang
=====

Kalau kita menganggap secara sederhana unit kehidupan terkecil adalah sel,
maka sebenarnyalah si virus ini hanya "setengah hidup". Kalau bakteri
memiliki perangkat lengkap DNA dan RNA, si virus hanya punya salah satu
saja. Karena setengah hidup, maka antibiotika - anti terhadap yang
"bio", yang hidup - tidak mempan melawan virus. Karena itu hehehe ....
Penyakit pada anak-anak nggak perlu antibiotika ? Hmm, kita baca dulu deh
...

Namun, karena sifat "setengah hidup" ini pula, virus butuh sel yang hidup
untuk "ditumpangi". Begitu masuk tubuh manusia, segera si virus mencari sel
manusia untuk tumpangan. Setelah masuk sel, si virus akan berusaha menguasai
sel tempatnya menumpang, dengan menguasai sistem di dalam sel dan
menjadikannya home-base. Sebelum benar-benar menguasai sel tempatnya
menumpang, virus perlu waktu, ini yang kita kenal sebagai masa inkubasi.
Setelah menguasai itulah, si virus akan menimbulkan penyakit beragam
bentuknya, dengan melepaskan berbagai "peluru dan meriam".

Masalahnya, kalau sudah berhasil menguasai suatu sel, kemudian
menjadikannya home-base serangan, maka bumerang buat si virus, karena
kemudian sel itu akan mati dan pertahanan si virus menjadi terbuka.
Akibatnya apa ? Si virus harus beralih mencari "home-base" baru.

Sementara itu, saat tubuh manusia kemasukan si virus tamu tak diundang,
tentu saja tidak tinggal diam. Segera mereka membentengi diri, sehingga
ketika virus sudah menguasai sel, kemudian pertahanannya terbuka dan harus
mencari "home-base" baru, akan terlanjur terhadang pertahanan tubuh.

Jadilah si virus kehilangan sumber kehidupan, dan berakhirlah riwayatnya.
Karena itulah para SP disini sangat paham paradigma : penyakit akibat virus
bersifat self-limiting disease - lama-lama si virus juga mati sendiri - dan
tidak perlu antibiotika.

Lha kok kemarin katanya bisa saja diberikan obat ? Ceritanya ....

Seperti disebut diatas, tentu tentara tubuh tidak akan sekedar melongo di
markasnya melihat si virus merajalela. Terjadilah perang baratayudha, antara
Pandawa yang berbaju putih (sel-sel darah putih) melawan Kurawa berjas hitam
(Men in Black eh si virus maksudnya). Saking hebohnya pertempuran, tubuh si
anak jadi demam. Mengapa ? Karena si kurawa ini termasuk tentara yang meski
sakti, penampilan seram bak preman pasar ...mana aja deh, ketimbang
di-somasi .... tapi manjanya nggak ketulungan. Kalau tubuh manusia demam,
dia jadi cepat lelah, nggak garang lagi. Sementara si putih, kalau terjadi
demam, malah makin giat bertempur, makin giat mencetak tentara baru.

Karena itulah para SP sudah sangat paham : kalau anak demam jangan
buru-buru panik dan memberi obat. Mengapa ? Asal pertahanan memang kuat,
terus suhu tubuh naik, maka virus makin cepat dikalahkan ...

Mengapa kadang diperlukan obat ? Ceritanya ...

Setiap hari, sebenarnya banyak musuh mengancam tubuh manusia, ada si virus
hitam, ada si hijau bakteri (termasuk kerabatnya si parasit semacam cacing
kemarin).

Tetapi sebaliknya, tubuh juga punya tentara. Kita cerita soal sistem imun
tubuh dulu deh. Tentara tubuh terbagi atas 3 batalyon utama :
penyerang/pemukul, intelijen dan markas.

Si penyerang/pemukul ini siaga di semua lini dari pintu gerbang (kulit,
selaput lendir, permukaan usus) sampai siap diterjunkan melawan musuh di
segala medan dalam tubuh manusia.

Si intelijen bergerak lincah mengawasi setiap sudut, mengenali mana kawan
mana lawan, memberikan informasi kepada penyerang : mana yang harus
diserang, mana yang harus di-blokade, mana yang harus hati-hati tidak boleh
gegabah dihancurkan. (catatan : batalyon intelijen ini mah kelasnya jauh di
atas yang melakukan operasi intelijen terhadap anggota DPR penyelidik impor
beras hehehe ....)

Si batalyon markas bekerja di litbang, merancang setiap strategi serangan
maupun memproduksi senjata ampuh (antibodi) berdasarkan informasi dari
batalyon intelijen. Informasi setiap musuh yang pernah menyerang, disusun
dalam database, agar tentara lebih siap kalau suatu saat si musuh yang sama
kembali menyerang.

Nah, meski banyak si hijau (bakteri) yang setiap saat mengancam tubuh
Manusia, tetapi nasibnya lain dengan virus. Kalau virus, dia bisa masuk
tubuh melalui berbagai teknik kamuflase dan "kunci palsu" sehingga -
lagi-lagi karena sifat setengah hidupnya tadi - tidak mudah terdeteksi oleh
tentara tubuh penjaga pintu gerbang, bahkan seringkali bisa menipu
mentah-mentah, licin bagai belut, cerdik bagai kancil, tidak kalah dengan
jagoan kita : I am Bond, James Bond ...

Lain dengan si hijau, dasar orangnya "lugu", seragamnya norak, gaptek lagi,
tentara tubuh cepat mendeteksi. Jadilah pada saat tentara segar-bugar, siap
senjata, si hijau hanya bisa sekedar melakukan provokasi, sementara tentara
tubuh bahkan sudah siap kalaupun harus melakukan pre-emptive strike.

Saat tubuh bertempur baratayudha, tentulah dia akan banyak kehilangan
Sumber daya, konsentrasinya akan terfokus, pertahanannya akan rentan.
Saat-saat seperti itulah, si hijau (bakteri) punya peluang mencari celah
masuk tubuh manusia, memanfaatkan kesempatan.

Terus gimana coba ? Harus diberi "antibiotika" ?

Bisa dibayangkan, kalau saat harus bertempur, padahal sehari-hari si tentara
ini sudah kurang makan, kurang gizi, bahkan kurang personel gara-gara nggak
ada bakal tentara yang memenuhi syarat (tumbuh kembang tubuh kacau).

Karena itulah, pada kondisi tertentu, diperlukan "doping" power dari luar
("obat") agar para tentara itu sanggup mempertahankan tubuh dari pertempuran
melawan virus, sekaligus membentengi diri terhadap provokasi si bakteri.

Kapan kira-kira pasokan power dari luar ini diperlukan ? Faktor-faktor yang
gampang dipahami : kalau pertempuran melawan virus sudah kelewat lama,
analisa terhadap profil pertahanan tubuh sebelumnya mengindikasikan banyak
Kelemahan (sudah sering sakit-sakitan, tumbuh kembang terganggu), atau bila
tanpa disadari si bakteri sudah terlanjur menembus
barikade pertahanan.

Siapa yang menilai kebutuhan pasokan dari luar ini ? Bisa dari tubuh itu
sendiri yang mengibarkan bendera dan berteriak minta tolong (misalnya kejang
akibat demam mendadak, panas tinggi terus menerus tanpa perbaikan, nyeri
yang sangat) atau terlihat dari luar muncul tanda-tanda sudah ada penyusupan
bakteri yang memperparah serangan si virus (terbentuk pus/discharge,
pembengkakan, dan pemeriksaan lab tentunya). Dalam hal ini, Security Council
(Doctor) lah yang akan menilainya.

Berlanjut ....

No comments: